Guru Agama ditatar Wawasan Multikultural
Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Mamulak, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya mengatakan bahwa kegiatan orientasi wawasan multikultural ini sangat penting untuk masyarakat NTT yang pluralistik.
Kondisi yang pluralistik ini, lanjut Gubernur Lebu Raya, di satu pihak merupakan kekayaan bangsa yang patut dibanggakan, tetapi juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Sebut saja kasus Ambun, kasus Sampit, kasus Poso, konflik Aceh dan lainnya. Ini memperlihatkan bahwa kemajemukan itu bisa juga menjadi ancaman terhadap disintegrasi bangsa. Ini yang harus dicegah sedini mungkin," harap Lebu Raya.
Dikatakannya, pemerintah propinsi sangat respek terhadap kegiatan semacam ini. Pasalnya, acara tersebut memiliki nilai strategis dalam menanamkan benih-benih kerukunan dan multikulturalisme, demi terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun, damai dan harmonis.
"Kami berharap agar nilai-nilai kerukunan dan multikultural itu terus menerus ditanamkan dan diinternalisasikan dalam diri setiap orang, agar sejak dini setiap orang memiliki sikap dan kepribadian yang toleran, yang cinta damai dan selalu menghargai perbedaan," ujar Lebu Raya.
Dia juga berharap setelah kegiatan itu, guru-guru dalam mengaplikasikannya di sekolah masing-masing. Dengan begitu, anak-anak lebih dini mendapatkan nilai-nilai plus dari kehidupan pluralistik warga daerah ini.
"Kalau sejak awal anak-anak telah memiliki nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai toleransi, cinta damai dan selalu menghargai perbedaan, maka nilai-nilai itu akan tercermin pada tingkahlaku mereka sehari-hari," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Bina Kesejahteraan Rakyat Setprop NTT, Dr. Filemon da Lopez, M.S, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Bagian (Kabag) Agama, Biro Kesra Setprop NTT, Drs. Muhammad Gaus, mengatakan, kegiatan itu bertujuan mengembangkan visi dan misi bagi para guru agama dalam membina kerukunan hidup beragama yang lebih dinamis.
Selain itu, lanjut dia, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menambah wawasan guru-guru agama agar dalam mengajar pendidikan agama, harus berwawasan multikultural.
"Peserta kegiatan ini sebanyak 50 orang yang terdiri dari guru-guru agama, baik yang beragama Katolik, kristen Protestan, Islam, Hindu/Budha, di tingkat SLTP dan SLTA," ujar Filemon. (kro)
Penyebab :
Guru agama diberikan wawasan multikultural agar dapat mengajarkan ke murid-muridnya hal positif sejak dini. Dimulai dari rasa gotong royong, kebersamaan, dan lainnya. Ini sangat membantu para murid agar dapat membentuk tingkah laku murid agar menjadi anak yang baik dan terdidik.
Solusi :
Wawasan multikultural ditingkatkan ke setiap sekolah agar murid-muridnya terdidik dengan baik sehingga murid-murid dapat menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki tingkah laku baik serta rasa saling tolong-menolong antar sesama juga meningkat dan rasa kebersamaan, dan damai pun tercipta.
0 Response to "Multikulturalisme di Nusa Tenggara Timur"
Posting Komentar